AFTA (ASEAN Free Trade Area)
Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN adalah sebuah persetujuan oleh ASEAN mengenai sektor produksi lokal di seluruh negara ASEAN.
Ketika
persetujuan AFTA ditandatangani resmi, ASEAN memiliki enam anggota,
iaitu, Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand.
Vietnam bergabung pada 1995, Laos dan Myanmar pada 1997 dan Kamboja pada
1999. AFTA sekarang terdiri dari sepuluh negara ASEAN. Keempat
pendatang baru tersebut dibutuhkan untuk menandatangani persetujuan AFTA
untuk bergabung ke dalam ASEAN, namun diberi kelonggaran waktu untuk
memenuhi kewajiban penurunan tarif AFTA.
Tujuan
1)
Meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi dalam pasar dunia
melalui penghapusan bea dan halangan non-bea dalam ASEAN
2) Menarik investasi asing langsung ke ASEAN
3) Mekanisme utama untuk mencapai tujuan di atas adalah skema "Common Effective Preferential Tariff" (CEPT).
Anggota ASEAN memiliki pilihan untuk mengadakan pengecualian produk dalam CEPT dalam tiga kasus:
-Pengecualian sementara
-Produk pertanian sensitif
-Pengecualian umum (Sekretariat ASEAN, 2004)
ASEAN Plus 3
ASEAN
Plus Three (APT) atau Kerja sama ASEAN Plus Three (APT) adalah
kerjasama antara lain paling menonjol di bidang keuangan terdiri dari 10
anggota ASEAN plus China, Jepang dan Republik Korea. sejak tahun 1997
pada saat kawasan Asia sedang dilanda krisis ekonomi. Dalam periode 10
(sepuluh) tahun pertama 1997-2007 mekanisme dan pelaksanaan kerja sama
APT didasarkan kepada Joint Statement on East Asia Cooperation. KTT APT
pertama berlangsung pada Desember 1997 di Kuala Lumpur.
WTO (World Trade Organization)
Organisasi
Perdagangan Dunia (bahasa Inggris: WTO, World Trade Organization)
adalah organisasi internasional yang mengawasi banyak persetujuan yang
mendefinisikan "aturan perdagangan" di antara anggotanya (WTO, 2004a).
Didirikan pada 1 Januari 1995 untuk menggantikan GATT, persetujuan
setelah Perang Dunia II untuk meniadakan hambatan perdagangan
internasional. Prinsip dan persetujuan GATT diambil oleh WTO, yang
bertugas untuk mendaftar dan memperluasnya.
WTO merupakan
pelanjut Organisasi Perdagangan Internasional (ITO, International Trade
Organization). ITO disetujui oleh PBB dalam Konferensi Dagang dan
Karyawan di Havana pada Maret 1948, namun ditutup oleh Senat AS (WTO,
2004b).
WTO bermarkas di Jenewa, Swiss. Direktur Jendral sekarang ini
adalah Pascal Lamy (sejak 1 September 2005). Pada Juli 2008 organisasi
ini memiliki 153 negara anggota. Seluruh anggota WTO diharuskan
memberikan satu sama lain status negara paling disukai, sehingga
pemberian keuntungan yang diberikan kepada sebuah anggota WTO kepada
negara lain harus diberikan ke seluruh anggota WTO (WTO, 2004c).
Pada akhir 1990-an, WTO menjadi target protes oleh gerakan anti-globalisasi.
WTO
memiliki berbagai kesepakatan perdagangan yang telah dibuat, namun
kesepakatan tersebut sebenarnya bukanlah kesepakatan yang sebenarnya.
Karena kesepakatan tersebut adalah pemaksaan kehendak oleh WTO kepada
negara-negara untuk tunduk kepada keputusan-keputusan yang WTO buat.
Privatisasi pada prinsip WTO memegang peranan sungguh penting.
Privatisasi berada di top list dalam tujuan WTO.
Privatisasi
yang didukung oleh WTO akan membuat peraturan-peraturan pemerintah sulit
untuk mengaturnya. WTO membuat sebuah peraturan secara global sehingga
penerapan peraturan-peraturan tersebut di setiap negara belum tentulah
cocok. Namun, meskipun peraturan tersebut dirasa tidak cocok bagi negara
tersebut, negara itu harus tetap mematuhinya, jika tidak, negara
tersebut dapat terkena sangsi ekonomi oleh WTO. Negara-negara yang tidak
menginginkan keputusan-keputusan yang dirasa tidak fair, tetap tidak
dapat memberikan suaranya. Karena pencapaian suatu keputusan dalam WTO
tidak berdasarkan konsensus dari seluruh anggota. Merupakan sebuah
rahasia umum bahwa empat kubu besar dalam WTO (Amerika Serikat, Jepang,
Kanada, dan Uni Eropa) lah yang memegang peranan untuk pengambilan
keputusan.
Pertemuan-pertemuan besar antara seluruh anggota hanya
dilakukan untuk mendengarkan pendapat-pendapat yang ada tanpa
menghasilkan keputusan. Pengambilan keputusan dilakukan di sebuah tempat
yang diberi nama “Green Room.” Green Room ini adalah kumpulan
negara-negara yang biasa bertemu dalam Ministerial Conference (selama 2
tahun sekali), negara-negara besar yang umumnya negara maju dan memiliki
kepentingan pribadi untuk memperbesar cakupan perdagangannya.
Negara-negara berkembang tidak dapat mengeluarkan suara untuk
pengambilan keputusan.
Hubungannya dengan Strategi Nasional adalah :
Wawasan strategi harus mengacu pada tiga hal penting, di antaranya adalah :
Melihat
jauh ke depan; pencapaian kondisi yang lebih baik di masa mendatang.
Itulah alasan mengapa kita harus mampu mendahului dan mengestimasi
permasalahan yang akan timbul, mampu membuat desain yang tepat, dan
menggunakan teknologi masa depan
Terpadu komprehensif integral;
strategi dijadikan kajian dari konsep yang mencakup permasalahan yang
memerlukan pemecahan secara utuh menyeluruh. Gran strategy dilaksanakan
melalui bidang ilmu politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan,
baik lintas sektor maupun lintas disiplin
Memperhatikan dimensi
ruang dan waktu; pendekatan ruang dilakukan karena strategi akan
berhasil bila didukung oleh lingkungan sosial budaya dimana strategi dan
manajemen tersebut di operasionalkan, sedangkan pendekatan waktu sangat
fluktuatif terhadap perubahan dan ketidakpastian kondisi yang
berkembang sehingga strategi tersebut dapat bersifat temporer dan
kontemporer
Lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999 sebagai salah satu
wujud politik dan strategi nasional, telah memberikan dua bentuk otonomi
kepada dua daerah, yaitu otonomi luas kepada daerah kabupaten/kota, dan
otonomi terbatas kepada daerah provinsi. Sebagai konsekuensinya, maka
kewenangan pemerintah pusat dibatasi. Lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999
secara legal formal menggantikan dua UU sebelumnya, yaitu UU Nomor 5
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah dan UU Nomor 5
tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
Sesuai dengan UU Nomor 25
Tahun 1999 bahwa perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi fiskal mengandung pengertian bahwa kepada
daerah diberikan kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri
dan didukung dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Kebijakan
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dilakukan dengan mengikuti
pembagian kewenangan atau money follows function. Hal ini berarti bahwa
hubungan keuangan antara pusat dan daerah perlu diberikan pengaturan
sedemikian rupa sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi
tanggung jawab daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang
ada.
Sejalan dengan kebijakan tersebut, maka pengaturan
pembiayaan daerah dilakukan berdasarkan asas penyelenggaraan
pemerintahan. Pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan asas
desentralisasi dilakukan atas beban APBD; pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi dilakukan atas
beban APBN; pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka tugas
pembantuan dilakukan atas beban anggaran tingkat pemerintahan yang
menugaskan.
Kamis, 13 Desember 2012
ARTIKEL TENTANG WTO
WTO, merupakan sebuah organisasi perdagangan internasional yang
dibentuk pada tahun 2005 dan hingga kini telah menaungi 153 negara di
dalamnya. Organisasi ini berfungsi sebagai forum bagi kerjasama
internasional dalam hal kebijakan perdagangan antarnegara.
Karenanya dalam pelaksanaan tugasnya ini, WTO berupaya untuk membangun skema perekonomian yang sehat bagi semua negara anggota dengan cara membentuk kerangka kebijakan perdagangan yang dapat menfasilitasi kepentingan setiap negara dalam hal perdagangan internasional. Kerangka untuk mengatur kebijakan perdagangan ini tertuang dalam prinsip-prinsip WTO yang menjadi dasar dari sistem perdagangan multilateral.
Terdapat lima prinsip penting dalam WTO, yaitu[1]:
1. Nondiscrimination
Dalam prinsip nondiscrimination ini, terdapat dua komponen, yaitu most-favored nation dan prinsip national treatment. Dan intinya, di bawah kesepakatan WTO, negara-negara anggota tidak bisa secara sengaja mendiskriminasi partner dagang mereka. Jika suatu negara memberlakukan “special favor” seperti menurunkan pajaknya terhadap satu negara, maka negara tersebut harus memberlakukan hal yang sama terhadap semua negara anggota WTO
2. Reciprocity
Resiprocity merupakan elemen fundamental dalam proses negosiasi merupakan aturan timbal balik, bila suatu negara mereduksi hambatan perdagangannya, maka negara tersebut juga berhak menerima hal yang sama dari negara lain.
3. Binding & Enforceable Commitment
Prinsip ini berarti bahwa komitmen tarif yang telah dibentuk negara anggota WTO dalam negosiasi perdagangan multilateral memiliki sifat “ceiling binding”, mengikat secara hukum , namun juga bersifat terbatas.
4. Transparency
Merupakan pilar dasar di mana WTO berupaya untuk menciptakan peraturan perdagangan yang jelas dan terbuka. Termasuk di dalamnya kewajiban anggota WTO untuk mempublikasikan regulasi perdagangannya.
5. Safety Valve
Dalam prinsip ini negara diizinkan untuk membatasi perdagangannya dalam kondisi tertentu.
Dan pertanyaannya, apakah prinsip-prinsip ini telah mencerminkan keadilan dan kebaikan baik semua anggotanya terutama negara-negara miskin dan negara berkembang?
Jika dikaji satu persatu, sebenarnya prinsip-prinsip WTO telah mempertimbangkan kondisi-kondisi yang mungkin terjadi terutama pada negara miskin dan berkembang, dalam rangka menciptakan perdagangan yang adil, terbuka dan menghindari persaingan yang tidak sehat antar negara.
Misalnya pada prinsip pertama, nondiscrimination. WTO juga memberlakukan beberapa pengecualian. Misalnya, negara bisa membentuk kesepakatan pasar bebas yang hanya berlaku pada barang-barang yang diperdagangkan di dalam grup. Selain itu, WTO juga bisa memberikan akses spesial kepada negara berkembang ke dalam pasar negara lain. atau suatu negara juga bisa memberlakukan “barier” terhadap produk yang dianggap diperdagangkan secara tidak adil dari negara tertentu. Dan untuk sektor jasa, dalam kondisi tertentu negara juga diizinkan untuk melakukan diskriminasi. Walaupun kesepakatan WTO hanya memperbolehkan pengecualian ini dalam kondisi-kondisi tertentu yang sangat strict.
Dan berkaitan dengan national treatment, prinsip ini hanya berlaku jika barang, jasa atau item properti intelektual itu telah memasuki pasar. Selain itu, pembebanan pajak atas produk impor juga bukan bentuk pelanggaran dari prinsip national treatment bahkan bila produk lokal tidak dibebankan pajak. Jadi, negara berkembang tetap bisa melindungi produk dalam negerinya dengan pemberlakuan pajak impor.
Selain itu, prinsip tentang pasar bebas yang dianjurkan oleh WTO juga dilakukan secara bertahan dan juga melalui negosiasi. Jadi tidak serta merta langsung harus diterapkan negara segera setelah negara itu bergabung dengan WTO. Dalam kesepakatannya, WTO membolehkan negara memperkenalkan perubahan perdagangan tersebut secara bertahap melalui “progressive liberalization”. Di mana dalam hal ini negara berkembang biasanya diberikan waktu yang lebih lama untuk memenuhi kewajibannya ini. Namun, negara maju dituntut harus segera memberlakukannya.
Dalam kondisi tertentu, sistem WTO juga memungkinkan tarif, begitupun kebijakan proteksi, WTO juga memberikan izin dalam kondisi tertentu. Hal ini dilakukan WTO untuk membentuk sistem aturan yang terbuka, adil, dan kompetisi yang tidak sehat. Kompetisi terjadi antar negara yang telah siap untuk berkompetisi. Terkait dengan prinsip binding, negara juga diperbolehkan mengubah binding nya, namun hanya setelah bernegosiasi dengan partner dagangnya. Hal ini berarti WTO memungkinkan upaya kompensasi untuk menghindari kerugian pada saat melakukan perdagangan.
Namun, walaupun prinsip WTO ini sudah dibuat dengan penuh pertimbangan dengan melihat kondisi-kondisi negara yang tidak sama, prinsip WTO ini masih memiliki kelemahan yang membuatnya menjadi tidak adil. Misalnya, dalam prinsip most-favoured nation. Dalam prinsip ini, dimungkinkan untuk mengurangi biaya negosiasi, karena negosiasi cukup dilakukan dengan beberapa negara saja. Dan keputusan akan berlaku pada semua negara. Walaupun secara ekonomi, biaya untuk melakukan pertemuan bisa dikurangi. Namun hal yang paling esensi dalam proses pengambilan keputusan adalah melibatkan semua pihak-pihak yang tergabung di dalamnya. Sehingga walaupun pada akhirnya keputusannya tetap sama, setidaknya negara berkembang / negara miskin memiliki kesempatan untuk menyampaikan aspirasi atau setidaknya mendapatkan pengecualian atas kebijakan tertentu.
Selain itu, walaupun prinsip-prinsip WTO ini secara tertulis telah mencerminkan kebaikan dan keadilan bagi negara anggotanya. Kenyataan dan realita di lapangan bisa saja berkata lain. Hingga hari ini, negara-negara maju seperti negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa sendiri yang melanggar prinsip-prinsip WTO. Kebanyakan negara Eropa “Keynes at home, Smith abroad”. Uni Eropa melindungi produksi dalam negerinya namun untuk penjualan produknya ke luar negeri mengharapkan pasar bebas seluas-luasnya. Hal inilah yang sangat membebani negara berkembang, di mana mereka dituntut untuk membuka pasar domestiknya untuk produk asing , namun distribusi produk mereka ke luar negeri dibatasi oleh negara maju. Sebuah ironi memang, bahwa ketika negara berkembang dan negara miskin selalu menjadi pihak yang dituntut harus mengikuti semua aturan yang mereka dibuat dengan negara maju, Negara maju malah menjadi pihak yang melanggarnya
Karenanya dalam pelaksanaan tugasnya ini, WTO berupaya untuk membangun skema perekonomian yang sehat bagi semua negara anggota dengan cara membentuk kerangka kebijakan perdagangan yang dapat menfasilitasi kepentingan setiap negara dalam hal perdagangan internasional. Kerangka untuk mengatur kebijakan perdagangan ini tertuang dalam prinsip-prinsip WTO yang menjadi dasar dari sistem perdagangan multilateral.
Terdapat lima prinsip penting dalam WTO, yaitu[1]:
1. Nondiscrimination
Dalam prinsip nondiscrimination ini, terdapat dua komponen, yaitu most-favored nation dan prinsip national treatment. Dan intinya, di bawah kesepakatan WTO, negara-negara anggota tidak bisa secara sengaja mendiskriminasi partner dagang mereka. Jika suatu negara memberlakukan “special favor” seperti menurunkan pajaknya terhadap satu negara, maka negara tersebut harus memberlakukan hal yang sama terhadap semua negara anggota WTO
2. Reciprocity
Resiprocity merupakan elemen fundamental dalam proses negosiasi merupakan aturan timbal balik, bila suatu negara mereduksi hambatan perdagangannya, maka negara tersebut juga berhak menerima hal yang sama dari negara lain.
3. Binding & Enforceable Commitment
Prinsip ini berarti bahwa komitmen tarif yang telah dibentuk negara anggota WTO dalam negosiasi perdagangan multilateral memiliki sifat “ceiling binding”, mengikat secara hukum , namun juga bersifat terbatas.
4. Transparency
Merupakan pilar dasar di mana WTO berupaya untuk menciptakan peraturan perdagangan yang jelas dan terbuka. Termasuk di dalamnya kewajiban anggota WTO untuk mempublikasikan regulasi perdagangannya.
5. Safety Valve
Dalam prinsip ini negara diizinkan untuk membatasi perdagangannya dalam kondisi tertentu.
Dan pertanyaannya, apakah prinsip-prinsip ini telah mencerminkan keadilan dan kebaikan baik semua anggotanya terutama negara-negara miskin dan negara berkembang?
Jika dikaji satu persatu, sebenarnya prinsip-prinsip WTO telah mempertimbangkan kondisi-kondisi yang mungkin terjadi terutama pada negara miskin dan berkembang, dalam rangka menciptakan perdagangan yang adil, terbuka dan menghindari persaingan yang tidak sehat antar negara.
Misalnya pada prinsip pertama, nondiscrimination. WTO juga memberlakukan beberapa pengecualian. Misalnya, negara bisa membentuk kesepakatan pasar bebas yang hanya berlaku pada barang-barang yang diperdagangkan di dalam grup. Selain itu, WTO juga bisa memberikan akses spesial kepada negara berkembang ke dalam pasar negara lain. atau suatu negara juga bisa memberlakukan “barier” terhadap produk yang dianggap diperdagangkan secara tidak adil dari negara tertentu. Dan untuk sektor jasa, dalam kondisi tertentu negara juga diizinkan untuk melakukan diskriminasi. Walaupun kesepakatan WTO hanya memperbolehkan pengecualian ini dalam kondisi-kondisi tertentu yang sangat strict.
Dan berkaitan dengan national treatment, prinsip ini hanya berlaku jika barang, jasa atau item properti intelektual itu telah memasuki pasar. Selain itu, pembebanan pajak atas produk impor juga bukan bentuk pelanggaran dari prinsip national treatment bahkan bila produk lokal tidak dibebankan pajak. Jadi, negara berkembang tetap bisa melindungi produk dalam negerinya dengan pemberlakuan pajak impor.
Selain itu, prinsip tentang pasar bebas yang dianjurkan oleh WTO juga dilakukan secara bertahan dan juga melalui negosiasi. Jadi tidak serta merta langsung harus diterapkan negara segera setelah negara itu bergabung dengan WTO. Dalam kesepakatannya, WTO membolehkan negara memperkenalkan perubahan perdagangan tersebut secara bertahap melalui “progressive liberalization”. Di mana dalam hal ini negara berkembang biasanya diberikan waktu yang lebih lama untuk memenuhi kewajibannya ini. Namun, negara maju dituntut harus segera memberlakukannya.
Dalam kondisi tertentu, sistem WTO juga memungkinkan tarif, begitupun kebijakan proteksi, WTO juga memberikan izin dalam kondisi tertentu. Hal ini dilakukan WTO untuk membentuk sistem aturan yang terbuka, adil, dan kompetisi yang tidak sehat. Kompetisi terjadi antar negara yang telah siap untuk berkompetisi. Terkait dengan prinsip binding, negara juga diperbolehkan mengubah binding nya, namun hanya setelah bernegosiasi dengan partner dagangnya. Hal ini berarti WTO memungkinkan upaya kompensasi untuk menghindari kerugian pada saat melakukan perdagangan.
Namun, walaupun prinsip WTO ini sudah dibuat dengan penuh pertimbangan dengan melihat kondisi-kondisi negara yang tidak sama, prinsip WTO ini masih memiliki kelemahan yang membuatnya menjadi tidak adil. Misalnya, dalam prinsip most-favoured nation. Dalam prinsip ini, dimungkinkan untuk mengurangi biaya negosiasi, karena negosiasi cukup dilakukan dengan beberapa negara saja. Dan keputusan akan berlaku pada semua negara. Walaupun secara ekonomi, biaya untuk melakukan pertemuan bisa dikurangi. Namun hal yang paling esensi dalam proses pengambilan keputusan adalah melibatkan semua pihak-pihak yang tergabung di dalamnya. Sehingga walaupun pada akhirnya keputusannya tetap sama, setidaknya negara berkembang / negara miskin memiliki kesempatan untuk menyampaikan aspirasi atau setidaknya mendapatkan pengecualian atas kebijakan tertentu.
Selain itu, walaupun prinsip-prinsip WTO ini secara tertulis telah mencerminkan kebaikan dan keadilan bagi negara anggotanya. Kenyataan dan realita di lapangan bisa saja berkata lain. Hingga hari ini, negara-negara maju seperti negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa sendiri yang melanggar prinsip-prinsip WTO. Kebanyakan negara Eropa “Keynes at home, Smith abroad”. Uni Eropa melindungi produksi dalam negerinya namun untuk penjualan produknya ke luar negeri mengharapkan pasar bebas seluas-luasnya. Hal inilah yang sangat membebani negara berkembang, di mana mereka dituntut untuk membuka pasar domestiknya untuk produk asing , namun distribusi produk mereka ke luar negeri dibatasi oleh negara maju. Sebuah ironi memang, bahwa ketika negara berkembang dan negara miskin selalu menjadi pihak yang dituntut harus mengikuti semua aturan yang mereka dibuat dengan negara maju, Negara maju malah menjadi pihak yang melanggarnya
ARTIKEL TENTANG WTO
WTO, merupakan sebuah organisasi perdagangan internasional yang
dibentuk pada tahun 2005 dan hingga kini telah menaungi 153 negara di
dalamnya. Organisasi ini berfungsi sebagai forum bagi kerjasama
internasional dalam hal kebijakan perdagangan antarnegara.
Karenanya dalam pelaksanaan tugasnya ini, WTO berupaya untuk membangun skema perekonomian yang sehat bagi semua negara anggota dengan cara membentuk kerangka kebijakan perdagangan yang dapat menfasilitasi kepentingan setiap negara dalam hal perdagangan internasional. Kerangka untuk mengatur kebijakan perdagangan ini tertuang dalam prinsip-prinsip WTO yang menjadi dasar dari sistem perdagangan multilateral.
Terdapat lima prinsip penting dalam WTO, yaitu[1]:
1. Nondiscrimination
Dalam prinsip nondiscrimination ini, terdapat dua komponen, yaitu most-favored nation dan prinsip national treatment. Dan intinya, di bawah kesepakatan WTO, negara-negara anggota tidak bisa secara sengaja mendiskriminasi partner dagang mereka. Jika suatu negara memberlakukan “special favor” seperti menurunkan pajaknya terhadap satu negara, maka negara tersebut harus memberlakukan hal yang sama terhadap semua negara anggota WTO
2. Reciprocity
Resiprocity merupakan elemen fundamental dalam proses negosiasi merupakan aturan timbal balik, bila suatu negara mereduksi hambatan perdagangannya, maka negara tersebut juga berhak menerima hal yang sama dari negara lain.
3. Binding & Enforceable Commitment
Prinsip ini berarti bahwa komitmen tarif yang telah dibentuk negara anggota WTO dalam negosiasi perdagangan multilateral memiliki sifat “ceiling binding”, mengikat secara hukum , namun juga bersifat terbatas.
4. Transparency
Merupakan pilar dasar di mana WTO berupaya untuk menciptakan peraturan perdagangan yang jelas dan terbuka. Termasuk di dalamnya kewajiban anggota WTO untuk mempublikasikan regulasi perdagangannya.
5. Safety Valve
Dalam prinsip ini negara diizinkan untuk membatasi perdagangannya dalam kondisi tertentu.
Dan pertanyaannya, apakah prinsip-prinsip ini telah mencerminkan keadilan dan kebaikan baik semua anggotanya terutama negara-negara miskin dan negara berkembang?
Jika dikaji satu persatu, sebenarnya prinsip-prinsip WTO telah mempertimbangkan kondisi-kondisi yang mungkin terjadi terutama pada negara miskin dan berkembang, dalam rangka menciptakan perdagangan yang adil, terbuka dan menghindari persaingan yang tidak sehat antar negara.
Misalnya pada prinsip pertama, nondiscrimination. WTO juga memberlakukan beberapa pengecualian. Misalnya, negara bisa membentuk kesepakatan pasar bebas yang hanya berlaku pada barang-barang yang diperdagangkan di dalam grup. Selain itu, WTO juga bisa memberikan akses spesial kepada negara berkembang ke dalam pasar negara lain. atau suatu negara juga bisa memberlakukan “barier” terhadap produk yang dianggap diperdagangkan secara tidak adil dari negara tertentu. Dan untuk sektor jasa, dalam kondisi tertentu negara juga diizinkan untuk melakukan diskriminasi. Walaupun kesepakatan WTO hanya memperbolehkan pengecualian ini dalam kondisi-kondisi tertentu yang sangat strict.
Dan berkaitan dengan national treatment, prinsip ini hanya berlaku jika barang, jasa atau item properti intelektual itu telah memasuki pasar. Selain itu, pembebanan pajak atas produk impor juga bukan bentuk pelanggaran dari prinsip national treatment bahkan bila produk lokal tidak dibebankan pajak. Jadi, negara berkembang tetap bisa melindungi produk dalam negerinya dengan pemberlakuan pajak impor.
Selain itu, prinsip tentang pasar bebas yang dianjurkan oleh WTO juga dilakukan secara bertahan dan juga melalui negosiasi. Jadi tidak serta merta langsung harus diterapkan negara segera setelah negara itu bergabung dengan WTO. Dalam kesepakatannya, WTO membolehkan negara memperkenalkan perubahan perdagangan tersebut secara bertahap melalui “progressive liberalization”. Di mana dalam hal ini negara berkembang biasanya diberikan waktu yang lebih lama untuk memenuhi kewajibannya ini. Namun, negara maju dituntut harus segera memberlakukannya.
Dalam kondisi tertentu, sistem WTO juga memungkinkan tarif, begitupun kebijakan proteksi, WTO juga memberikan izin dalam kondisi tertentu. Hal ini dilakukan WTO untuk membentuk sistem aturan yang terbuka, adil, dan kompetisi yang tidak sehat. Kompetisi terjadi antar negara yang telah siap untuk berkompetisi. Terkait dengan prinsip binding, negara juga diperbolehkan mengubah binding nya, namun hanya setelah bernegosiasi dengan partner dagangnya. Hal ini berarti WTO memungkinkan upaya kompensasi untuk menghindari kerugian pada saat melakukan perdagangan.
Namun, walaupun prinsip WTO ini sudah dibuat dengan penuh pertimbangan dengan melihat kondisi-kondisi negara yang tidak sama, prinsip WTO ini masih memiliki kelemahan yang membuatnya menjadi tidak adil. Misalnya, dalam prinsip most-favoured nation. Dalam prinsip ini, dimungkinkan untuk mengurangi biaya negosiasi, karena negosiasi cukup dilakukan dengan beberapa negara saja. Dan keputusan akan berlaku pada semua negara. Walaupun secara ekonomi, biaya untuk melakukan pertemuan bisa dikurangi. Namun hal yang paling esensi dalam proses pengambilan keputusan adalah melibatkan semua pihak-pihak yang tergabung di dalamnya. Sehingga walaupun pada akhirnya keputusannya tetap sama, setidaknya negara berkembang / negara miskin memiliki kesempatan untuk menyampaikan aspirasi atau setidaknya mendapatkan pengecualian atas kebijakan tertentu.
Selain itu, walaupun prinsip-prinsip WTO ini secara tertulis telah mencerminkan kebaikan dan keadilan bagi negara anggotanya. Kenyataan dan realita di lapangan bisa saja berkata lain. Hingga hari ini, negara-negara maju seperti negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa sendiri yang melanggar prinsip-prinsip WTO. Kebanyakan negara Eropa “Keynes at home, Smith abroad”. Uni Eropa melindungi produksi dalam negerinya namun untuk penjualan produknya ke luar negeri mengharapkan pasar bebas seluas-luasnya. Hal inilah yang sangat membebani negara berkembang, di mana mereka dituntut untuk membuka pasar domestiknya untuk produk asing , namun distribusi produk mereka ke luar negeri dibatasi oleh negara maju. Sebuah ironi memang, bahwa ketika negara berkembang dan negara miskin selalu menjadi pihak yang dituntut harus mengikuti semua aturan yang mereka dibuat dengan negara maju, Negara maju malah menjadi pihak yang melanggarnya
Karenanya dalam pelaksanaan tugasnya ini, WTO berupaya untuk membangun skema perekonomian yang sehat bagi semua negara anggota dengan cara membentuk kerangka kebijakan perdagangan yang dapat menfasilitasi kepentingan setiap negara dalam hal perdagangan internasional. Kerangka untuk mengatur kebijakan perdagangan ini tertuang dalam prinsip-prinsip WTO yang menjadi dasar dari sistem perdagangan multilateral.
Terdapat lima prinsip penting dalam WTO, yaitu[1]:
1. Nondiscrimination
Dalam prinsip nondiscrimination ini, terdapat dua komponen, yaitu most-favored nation dan prinsip national treatment. Dan intinya, di bawah kesepakatan WTO, negara-negara anggota tidak bisa secara sengaja mendiskriminasi partner dagang mereka. Jika suatu negara memberlakukan “special favor” seperti menurunkan pajaknya terhadap satu negara, maka negara tersebut harus memberlakukan hal yang sama terhadap semua negara anggota WTO
2. Reciprocity
Resiprocity merupakan elemen fundamental dalam proses negosiasi merupakan aturan timbal balik, bila suatu negara mereduksi hambatan perdagangannya, maka negara tersebut juga berhak menerima hal yang sama dari negara lain.
3. Binding & Enforceable Commitment
Prinsip ini berarti bahwa komitmen tarif yang telah dibentuk negara anggota WTO dalam negosiasi perdagangan multilateral memiliki sifat “ceiling binding”, mengikat secara hukum , namun juga bersifat terbatas.
4. Transparency
Merupakan pilar dasar di mana WTO berupaya untuk menciptakan peraturan perdagangan yang jelas dan terbuka. Termasuk di dalamnya kewajiban anggota WTO untuk mempublikasikan regulasi perdagangannya.
5. Safety Valve
Dalam prinsip ini negara diizinkan untuk membatasi perdagangannya dalam kondisi tertentu.
Dan pertanyaannya, apakah prinsip-prinsip ini telah mencerminkan keadilan dan kebaikan baik semua anggotanya terutama negara-negara miskin dan negara berkembang?
Jika dikaji satu persatu, sebenarnya prinsip-prinsip WTO telah mempertimbangkan kondisi-kondisi yang mungkin terjadi terutama pada negara miskin dan berkembang, dalam rangka menciptakan perdagangan yang adil, terbuka dan menghindari persaingan yang tidak sehat antar negara.
Misalnya pada prinsip pertama, nondiscrimination. WTO juga memberlakukan beberapa pengecualian. Misalnya, negara bisa membentuk kesepakatan pasar bebas yang hanya berlaku pada barang-barang yang diperdagangkan di dalam grup. Selain itu, WTO juga bisa memberikan akses spesial kepada negara berkembang ke dalam pasar negara lain. atau suatu negara juga bisa memberlakukan “barier” terhadap produk yang dianggap diperdagangkan secara tidak adil dari negara tertentu. Dan untuk sektor jasa, dalam kondisi tertentu negara juga diizinkan untuk melakukan diskriminasi. Walaupun kesepakatan WTO hanya memperbolehkan pengecualian ini dalam kondisi-kondisi tertentu yang sangat strict.
Dan berkaitan dengan national treatment, prinsip ini hanya berlaku jika barang, jasa atau item properti intelektual itu telah memasuki pasar. Selain itu, pembebanan pajak atas produk impor juga bukan bentuk pelanggaran dari prinsip national treatment bahkan bila produk lokal tidak dibebankan pajak. Jadi, negara berkembang tetap bisa melindungi produk dalam negerinya dengan pemberlakuan pajak impor.
Selain itu, prinsip tentang pasar bebas yang dianjurkan oleh WTO juga dilakukan secara bertahan dan juga melalui negosiasi. Jadi tidak serta merta langsung harus diterapkan negara segera setelah negara itu bergabung dengan WTO. Dalam kesepakatannya, WTO membolehkan negara memperkenalkan perubahan perdagangan tersebut secara bertahap melalui “progressive liberalization”. Di mana dalam hal ini negara berkembang biasanya diberikan waktu yang lebih lama untuk memenuhi kewajibannya ini. Namun, negara maju dituntut harus segera memberlakukannya.
Dalam kondisi tertentu, sistem WTO juga memungkinkan tarif, begitupun kebijakan proteksi, WTO juga memberikan izin dalam kondisi tertentu. Hal ini dilakukan WTO untuk membentuk sistem aturan yang terbuka, adil, dan kompetisi yang tidak sehat. Kompetisi terjadi antar negara yang telah siap untuk berkompetisi. Terkait dengan prinsip binding, negara juga diperbolehkan mengubah binding nya, namun hanya setelah bernegosiasi dengan partner dagangnya. Hal ini berarti WTO memungkinkan upaya kompensasi untuk menghindari kerugian pada saat melakukan perdagangan.
Namun, walaupun prinsip WTO ini sudah dibuat dengan penuh pertimbangan dengan melihat kondisi-kondisi negara yang tidak sama, prinsip WTO ini masih memiliki kelemahan yang membuatnya menjadi tidak adil. Misalnya, dalam prinsip most-favoured nation. Dalam prinsip ini, dimungkinkan untuk mengurangi biaya negosiasi, karena negosiasi cukup dilakukan dengan beberapa negara saja. Dan keputusan akan berlaku pada semua negara. Walaupun secara ekonomi, biaya untuk melakukan pertemuan bisa dikurangi. Namun hal yang paling esensi dalam proses pengambilan keputusan adalah melibatkan semua pihak-pihak yang tergabung di dalamnya. Sehingga walaupun pada akhirnya keputusannya tetap sama, setidaknya negara berkembang / negara miskin memiliki kesempatan untuk menyampaikan aspirasi atau setidaknya mendapatkan pengecualian atas kebijakan tertentu.
Selain itu, walaupun prinsip-prinsip WTO ini secara tertulis telah mencerminkan kebaikan dan keadilan bagi negara anggotanya. Kenyataan dan realita di lapangan bisa saja berkata lain. Hingga hari ini, negara-negara maju seperti negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa sendiri yang melanggar prinsip-prinsip WTO. Kebanyakan negara Eropa “Keynes at home, Smith abroad”. Uni Eropa melindungi produksi dalam negerinya namun untuk penjualan produknya ke luar negeri mengharapkan pasar bebas seluas-luasnya. Hal inilah yang sangat membebani negara berkembang, di mana mereka dituntut untuk membuka pasar domestiknya untuk produk asing , namun distribusi produk mereka ke luar negeri dibatasi oleh negara maju. Sebuah ironi memang, bahwa ketika negara berkembang dan negara miskin selalu menjadi pihak yang dituntut harus mengikuti semua aturan yang mereka dibuat dengan negara maju, Negara maju malah menjadi pihak yang melanggarnya
Senin, 10 Desember 2012
kata yang sering di testkan di tpa
1se·ku·ler /sékulér/ a bersifat duniawi atau kebendaan (bukan bersifat keagamaan atau kerohanian): kekuasaan—; pendidikan—
2se·ku·ler /sékulér/ a Astron
berlangsung lama sekali (tt proses, perubahan), demikian lambat
sehingga tidak mempunyai efek yg cukup besar untuk dicatat dl waktu
ratusan tahun
ste·ril /stéril/ a 1 Kim bersih dr kuman atau mikroorganisme lain; 2 Bio tidak subur; mandul; tidak dapat berkembang biak;
men·ste·ril·kan v 1 membuat (menjadikan) steril; membersihkan dr segala bakteri; 2 membuat mandul;
pen·ste·ril·an n proses, cara, perbuatan mensterilkan; sterilisasi;
ke·ste·ril·an n perihal steril
men·ste·ril·kan v 1 membuat (menjadikan) steril; membersihkan dr segala bakteri; 2 membuat mandul;
pen·ste·ril·an n proses, cara, perbuatan mensterilkan; sterilisasi;
ke·ste·ril·an n perihal steril
cang·gih a 1 banyak cakap; bawel; cerewet; 2 suka mengganggu (ribut); 3 tidak dl keadaan yg wajar, murni, atau asli; 4 Tek kehilangan kesederhanaan yg asli (spt sangat rumit, ruwet, atau terkembang): teknik elektronika yg—; 5 banyak mengetahui atau berpengalaman (dl hal-hal duniawi); 6 bergaya intelektual;
ke·cang·gih·an n kepelikan; kerumitan; kemodernan: krn ~ alat-alat itu, manusia dapat mengetahui cuaca yg akan terjadi
ke·cang·gih·an n kepelikan; kerumitan; kemodernan: krn ~ alat-alat itu, manusia dapat mengetahui cuaca yg akan terjadi
mo·no·ton a 1 berulang-ulang selalu sama nadanya (bunyinya, ragamnya); tunggal bunyi; 2 selalu sama dng yg dulu; itu-itu saja, tidak ada ragamnya
spo·ra·dis a 1 Bio keadaan penyebaran tumbuhan atau penyakit di suatu daerah yg tidak merata dan hanya dijumpai di sana sini; 2 tidak tentu; kadang kala; kadang-kadang: secara—kedua sahabat lama itu masih bertemu
vi·ru·len /virulén/ a Dok 1 beracun ganas; bersifat mematikan: tumor—; 2 jahat; menghasut: pamflet—
benign
adj 1: not dangerous to health; not recurrent or progressive (especially of a tumor) [ant: malignant]
adj 1: not dangerous to health; not recurrent or progressive (especially of a tumor) [ant: malignant]
pe·jal a padat keras; tidak geronggang: batu—, batu yg padat keras; granit;
me·me·jal·kan v memadatkan: tukang batu ~ dasar rumah itu;
ke·pe·jal·an n keadaan padat keras dan tidak berongga; keadaan pejal
me·me·jal·kan v memadatkan: tukang batu ~ dasar rumah itu;
ke·pe·jal·an n keadaan padat keras dan tidak berongga; keadaan pejal
se·tem /setém/ 1 a cak setala; sesuai; selaras (tt nada suara): kalau sudah—senar-senarnya, baru boleh digunakan gitar itu; 2 n cak suara (dl pemilihan untuk menentukan pilihan);
me·nye·tem v 1 cak menala (melaraskan musik): - senar gitar; 2 mengundi (menentukan dng pemungutan suara): krn tidak ada yg mau ditunjuk, untuk jabatan ketua baiklah kitanya saja; 3 cak memberikan suara (dl pemilihan dsb): mereka yg dicalonkan untuk jabatan ketua, tidak diperkenankan -;
se·tem·an n 1 hasil menyetem; 2 cak pemungutan suara;
pe·nye·tem·an n proses, cara, perbuatan menyetem
me·nye·tem v 1 cak menala (melaraskan musik): - senar gitar; 2 mengundi (menentukan dng pemungutan suara): krn tidak ada yg mau ditunjuk, untuk jabatan ketua baiklah kita
se·tem·an n 1 hasil menyetem; 2 cak pemungutan suara;
pe·nye·tem·an n proses, cara, perbuatan menyetem
1lan·cung a 1 tidak tulen; palsu; tiruan: uang—; 2 tidak jujur; curang: perbuatan yg—;
me·lan·cung v memalsu(kan); meniru dng maksud menipu: ~ tanda tangan orang lain adalah perbuatan yg melanggar hukum;
me·lan·cung·kan v melancung;
lan·cung·an n sesuatu yg dipalsukan; barang tiruan (tt ijazah, surat keterangan, cek, merek dagang, dsb);
ke·lan·cung·an n kepalsuan; kecurangan: ~ dl perdagangan sangat merugikan masyarakat konsumen
me·lan·cung v memalsu(kan); meniru dng maksud menipu: ~ tanda tangan orang lain adalah perbuatan yg melanggar hukum;
me·lan·cung·kan v melancung;
lan·cung·an n sesuatu yg dipalsukan; barang tiruan (tt ijazah, surat keterangan, cek, merek dagang, dsb);
ke·lan·cung·an n kepalsuan; kecurangan: ~ dl perdagangan sangat merugikan masyarakat konsumen
2lan·cung ? lancong
ang·ga·ra ark a buas; liar: satwa—
da·yuh Mk a, ter·da·yuh a sedih;
~ hati bersedih hati; terharu
~ hati bersedih hati; terharu
1la·nau a berlumpur; becek
2la·nau n kepingan atau butiran batu yg lebih kecil dp pasir halus, tetapi lebih besar dp lempung
va·sal 1 a bersifat terikat; 2 n negara (daerah) taklukan
1se·put a cak lekas; segera; cepat: kereta api—; kiriman—
2se·put a 1 suram; luntur (tt warna dsb): baju saya baru sekali dicuci sudah—; 2 kusam, tidak berkilat (tt warna logam)
ge·puk Mk a gemuk
ba·gak a 1 besar hati; bangga; 2 Mk berani
1me·gat n gelar bangsawan Melayu (ayahnya orang kebanyakan, ibunya keturunan raja)
2me·gat a masyhur; terkenal: sultan dan raja pd masa itu sangat—dan megah
3me·gat a berpusing (pd gasing); mejam; ligat
3me·gat a berpusing (pd gasing); mejam; ligat
1pa·dan 1 n banding; imbangan: ia menang dng mudah atas lawan yg bukan—nya; 2 a cocok; sesuai; patut benar: ia bertubuh kekar dan atletis,—lah menjadi seorang petinju;
- kata padanan kata;
ber·pa·dan·an v 1 berimbang (dng); sebanding (dng): upahnya tidak ~ dng tenaga yg dikeluarkannya; 2 menyesuaikan pendapat; bermufakat; berembuk: mereka ~ sebelum mengambil keputusan;
me·ma·dan v membanding untuk mengetahui mana yg lebih baik (kuat, besar, dsb): para pengamat olahraga ~ kekuatan regu bulu tangkis Indonesia dan regu bulu tangkis Cina;
~ ayam membandingkan ayam yg akan diadu;
me·ma·dan-ma·dan v menimbang-nimbang: tidak ~ , tidak dng menimbang-nimbang (perasaan orang dsb);
me·ma·dan·kan v 1 membandingkan dng: orang mulai ~ kemajuan teknologi Jepang dng Eropa; 2 menyesuaikan (dng): kita harus dapat ~ nya dng situasi dan kondisi tertentu;
pa·dan·an n 1 keadaan seimbang (sebanding, senilai, seharga, sederajat, sepadan, searti): dl terjemahan yg dicari bukanlah bentuk yg sama, melainkan ~ maknanya; 2 Ling kata atau frasa dl sebuah bahasa yg memiliki kesejajaran makna dng kata atau frasa dl bahasa lain, msl maison dl bahasa Prancis padanannya rumah dl bahasa Indonesia; ekuivalen;
~ kata kata yg sama maknanya pd dua bahasa;
pe·ma·dan n sesuatu untuk memadankan;
se·pa·dan (dng) a mempunyai nilai (ukuran, arti, efek, dsb) yg sama; sebanding (dng); seimbang (dng); berpatutan (dng): hukuman itu ~ dng kesalahannya; pasangan suami istri yg tidak ~;
ber·se·pa·dan v bersesuaian;
me·nye·pa·dan v menyetarafkan; menyesuaikan (dng)
- kata padanan kata;
ber·pa·dan·an v 1 berimbang (dng); sebanding (dng): upahnya tidak ~ dng tenaga yg dikeluarkannya; 2 menyesuaikan pendapat; bermufakat; berembuk: mereka ~ sebelum mengambil keputusan;
me·ma·dan v membanding untuk mengetahui mana yg lebih baik (kuat, besar, dsb): para pengamat olahraga ~ kekuatan regu bulu tangkis Indonesia dan regu bulu tangkis Cina;
~ ayam membandingkan ayam yg akan diadu;
me·ma·dan-ma·dan v menimbang-nimbang: tidak ~ , tidak dng menimbang-nimbang (perasaan orang dsb);
me·ma·dan·kan v 1 membandingkan dng: orang mulai ~ kemajuan teknologi Jepang dng Eropa; 2 menyesuaikan (dng): kita harus dapat ~ nya dng situasi dan kondisi tertentu;
pa·dan·an n 1 keadaan seimbang (sebanding, senilai, seharga, sederajat, sepadan, searti): dl terjemahan yg dicari bukanlah bentuk yg sama, melainkan ~ maknanya; 2 Ling kata atau frasa dl sebuah bahasa yg memiliki kesejajaran makna dng kata atau frasa dl bahasa lain, msl maison dl bahasa Prancis padanannya rumah dl bahasa Indonesia; ekuivalen;
~ kata kata yg sama maknanya pd dua bahasa;
pe·ma·dan n sesuatu untuk memadankan;
se·pa·dan (dng) a mempunyai nilai (ukuran, arti, efek, dsb) yg sama; sebanding (dng); seimbang (dng); berpatutan (dng): hukuman itu ~ dng kesalahannya; pasangan suami istri yg tidak ~;
ber·se·pa·dan v bersesuaian;
me·nye·pa·dan v menyetarafkan; menyesuaikan (dng)
2pa·dan n 1 sempadan; batas; 2 garis (titik dsb) yg menjadi batas atau tempat melemparkan batu (kelereng dsb) pd permainan lempar-lemparan
3pa·dan Mk n janji: mengecoh—, tidak menepati janji;
ber·pa·dan v berjanji
ber·pa·dan v berjanji
4pa·dan Jk a curang (terutama dl permainan)
ka·pa·bel a cak mampu; cakap; pandai; sanggup: ia dianggap—memangku jabatan itu
elu·sif /élusif/ a 1 sukar dipahami atau diartikan; 2 sukar diidentifikasi
si·au a sudah tidak panas lagi (tt air panas dsb); dingin kembali (tt panas tubuh)
le·co /léco/ a kerdil; tidak mau besar
1ri·si a 1 berasa jijik; 2 merasa malu (merasa tidak enak dng keadaan sekeliling): sedikit pun ia tidak merasa—di tengah-tengah orang banyak itu; 3 ki merasa tersinggung
2ri·si a khawatir; cemas: pd periode mendatang ia tidak perlu—walaupun tidak mendapat dorongan pemerintah
ra·gib a suka sekali; asyik: dia membaca Alquran dng—
1ra·gas, me·ra·gas v 1 mencabut (rambut, rumput, dsb); menyentak; 2 ark memotong rambut; memangkas tanaman dsb
2ra·gas, me·ra·gas v merambat; memanjat (tt tumbuh-tumbuhan)
3ra·gas n tanda bukti; tanda yg didapati:— nya bahwa ia mencuri ialah barang itu ternyata ada di rumahnya
da·tum n tanggal; hari bulan
bu·ra n sembur; embusan (ular dsb);
mem·bu·ra v 1 menyembur (tt ular dsb): ular kobra -; 2 menyembur (keluar dr): api – dr mulutnya; 3 pecah bercerai-cerai;
mem·bu·ra·kan v menyemburkan; menyemprotkan: petani itu – pestisida pd tanamannya untuk memberantas hama
mem·bu·ra v 1 menyembur (tt ular dsb): ular kobra -; 2 menyembur (keluar dr): api – dr mulutnya; 3 pecah bercerai-cerai;
mem·bu·ra·kan v menyemburkan; menyemprotkan: petani itu – pestisida pd tanamannya untuk memberantas hama
ke·le·ngar Jw v pingsan;
— matahari Dok pingsan krn panas matahari
— matahari Dok pingsan krn panas matahari
ba·rah n bengkak yg mengandung nanah (krn infeksi); bisul;
— batu barah yg tumbuhnya di bawah kulit;— bir barah yg
tumbuhnya di dubur;— sisip barah yg tumbuhnya di bawah tulang rusuk;
mem·ba·rah v menjadi barah (bernanah)
— batu barah yg tumbuhnya di bawah kulit;— bir barah yg
tumbuhnya di dubur;— sisip barah yg tumbuhnya di bawah tulang rusuk;
mem·ba·rah v menjadi barah (bernanah)
la·tif Ar a 1 halus; lembut; cantik; 2 sedap
1lo·ka kl n dunia; tempat
2lo·ka, me·lo·ka ark v melihat
res·trik·si /réstriksi/ n pembatasan dl lapangan produksi (impor, pemberian kredit, dsb)
pro·vo·ka·si n perbuatan untuk membangkitkan kemarahan; tindakan menghasut; penghasutan; pancingan: sebaiknya mereka menyadari bahwa—yg ditimbulkannya itu akan mengundang pertumpahan darah;
ter·pro·vo·ka·si v terpancing atau terpengaruh untuk melakukan perbuatan negatif, msl perusakan: pengunjuk rasa sempat ~
ter·pro·vo·ka·si v terpancing atau terpengaruh untuk melakukan perbuatan negatif, msl perusakan: pengunjuk rasa sempat ~
ra·fak·si n pemotongan (pengurangan)
thd harga barang yg diserahkan krn mutunya lebih rendah dp contohnya
atau krn mengalami kerusakan dl pengirimannya
blo·ka·de n pengepungan (penutupan) suatu daerah (negara) sehingga orang, barang, kapal, dsb tidak dapat keluar masuk dng bebas;
mem·blo·ka·de v mengepung (menutup) suatu negara (daerah);
pem·blo·ka·de·an n proses, cara, perbuatam memblokade
mem·blo·ka·de v mengepung (menutup) suatu negara (daerah);
pem·blo·ka·de·an n proses, cara, perbuatam memblokade
mar·gi·na·li·sa·si n usaha membatasi; pembatasan: agaknya telah terjadi—peran thd kelompok tertentu
fa·sis·me n prinsip atau paham golongan nasionalis ekstrem yg menganjurkan pemerintahan otoriter
1res·to·ra·si /réstorasi/ n pengembalian atau pemulihan kpd keadaan semula (tt gedung bersejarah, kedudukan raja, negara); pemugaran;
me·res·to·ra·si v melakukan restorasi; mengembalikan atau memulihkan kpd keadaan semula; memugar: Pemerintah akan ~ semua bangunan bersejarah
me·res·to·ra·si v melakukan restorasi; mengembalikan atau memulihkan kpd keadaan semula; memugar: Pemerintah akan ~ semua bangunan bersejarah
2res·to·ra·si /réstorasi/ n gerbong kereta api yg dijadikan restoran
de·for·ma·si /déformasi/ n perubahan bentuk atau wujud dr yg baik menjadi kurang baik: wayang kulit ini adalah—dr wayang Timur kuno
ma·nus·krip n 1 naskah tulisan tangan yg menjadi kajian filologi: berbagai—masih tersimpan di museum dan belum pernah diselidiki; 2 naskah, baik tulisan tangan (dng pena, pensil) maupun ketikam (bukan cetakan)
es·ti·ma·si /éstimasi/ n 1 perkiraan: berapa—mu tt pembiayaan proyek itu?; 2 penilaian; pendapat: menurut—ku, ia tidak akan mampu melakukan hal itu
do·sis n Dok 1 takaran obat untuk sekali pakai (dimakan, diminum, disuntikkan, dsb) dl jangka waktu tertentu: pasien itu pingsan krn menelan pil melebihi—yg ditentukan oleh dokter; 2
ukuran pengobatan yg harus diberikan untuk jangka waktu tertentu (tt
radiasi atau penyinaran pd daerah atau bagian tubuh tertentu); 3 Fis
jumlah energi atau tenaga yg diberikan oleh zarah pengion kpd suatu
satuan massa bahan yg disinari atau diradiasi pd tempat yg diselidiki
atau diminati;
— ambang dosis minuman yg menimbulkan gangguan (pd tubuh);— maut dosis minuman yg menyebabkan kematian;
ber·do·sis v mempunyai dosis
— ambang dosis minuman yg menimbulkan gangguan (pd tubuh);— maut dosis minuman yg menyebabkan kematian;
ber·do·sis v mempunyai dosis
da·wai n kawat (yg halus);
umpama ayakan—, pb pekerjaan yg dilakukan dng tidak cermat;
— duri kawat berduri;— gelang kawat besar spt kawat telegrap;
ber·da·wai v mempunyai dawai; ada dawainya; mempunyai kawat yg halus
umpama ayakan—, pb pekerjaan yg dilakukan dng tidak cermat;
— duri kawat berduri;— gelang kawat besar spt kawat telegrap;
ber·da·wai v mempunyai dawai; ada dawainya; mempunyai kawat yg halus
pa·ra·dok·sal a seolah-olah bertentangan (berlawanan) dng pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran
sa·yu a 1 sangat sedih dan terharu (tt perasaan hati); sayu rayu; sayu rawan; iba:— hatiku mendengar tangis anak yatim itu; 2 kuyu; suram (tt mata); tidak jernih dan kurang nyaring (tt suara, bunyi): mukanya pucat, matanya—; genderang perang itu—bunyinya;
— rawan sayu;— rayu sayu;
me·nya·yu·kan v membuat sayu; menyedihkan; mengharukan; mengibakan (hati): agaknya ada sesuatu yg – hatinya;
ke·sa·yu·an n hal menderita sayu; kesedihan; keibaan hati
— rawan sayu;— rayu sayu;
me·nya·yu·kan v membuat sayu; menyedihkan; mengharukan; mengibakan (hati): agaknya ada sesuatu yg – hatinya;
ke·sa·yu·an n hal menderita sayu; kesedihan; keibaan hati
tar·get /targét/ n sasaran (batas ketentuan dsb) yg telah ditetapkan untuk dicapai: panen di semua kabupaten di daerah itu berhasil melampaui—;
me·nar·get·kan v menetapkan sasaran (batas ketentuan dsb) yg harus dicapai (dl waktu tertentu): panitia ~ penyelesaian kegiatan itu dl waktu satu pekan;
pe·nar·get·an n proses, cara, perbuatan menargetkan
1pa·kem a kuat mencekam (tt rem): rem sepeda motor itu sangat—
2pa·kem Jw n cerita wayang yg asli
fi·bra·si n getaran (suara dsb)
sup·re·ma·si /suprémasi/ n kekuasaan tertinggi (teratas): piala Thomas merupakan lambang—perbulutangkisan beregu putra
sa·ni·tas n kesehatan: pengawasan—lingkungan
fol·der n selebaran (barang cetakan) yg dilipat sedemikian rupa sehingga bagian yg tercetak tidak terkena lipatan
su·ve·nir n tanda mata; kenang-kenangan; cenderamata: toko ini menjual—untuk wisatawan
tus·lah n cak tambahan pembayaran (karcis kereta api dsb)
pre·sen·si /présénsi/ n kehadiran
as·ke·ti·sis·me /askétisisme/ n paham yg mempraktikkan kesederhanaan, kejujuran, dan kerelaan berkorban
he·do·nis·me /hédonisme/ n pandangan yg menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sbg tujuan utama dl hidup
he·do·nis /hédonis/ n pengikut hedonisme
epi·gon /épigon/ n orang yg tidak memiliki gagasan baru dan hanya mengikuti jejak pemikir atau seniman yg mendahuluinya; peniru seniman atau pemikir besar:— Chairil Anwar banyak terdapat pd tahun lima puluhan
fa·kul·ta·tif a 1 tidak diwajibkan (tt pelajaran, hari libur, dsb); 2 bersifat pilihan, boleh memilih salah satu bidang ilmu yg sesuai dng bakat atau yg disukai (tt jurusan bidang ilmu)
dis·tan·si n jarak
den·si·tas /dénsitas/ n kerapatan; kepadatan
ke·le·tah /kelétah/ a banyak tingkah; suka bertingkah; suka bergaya; genit: dialah yg paling—di kelas kami;
ber·ke·le·tah v bertingkah laku dibuat-buat; berlaku lajak; berlagak; bergaya
kon·ku·ren·si /konkurénsi/ n perlawanan; persaingan; persengketaan
pe·res·tro·i·ka /péréstroika/ n pembaruan dl berbagai bidang politik, ekonomi, sosial
sal·mon n salem
sal·mo·ne·la /salmonéla/ n bakteri yg berkenaan dng peracunan makanan, penyakit perut, dsb
eka·ris·ti /ékaristi/ n Kat 1 perayaan ibadat mengucapkan pujian dan syukur kpd Allah, biasanya disebut Misa Kudus; 2 tubuh dan darah Kristus dl rupa roti dan anggur dl perayaan Misa Kudus
tes·ti·mo·ni·um /téstimonium/ n surat (yg dapat dipakai saksi); penyaksian
skep·tis /sképtis/ a kurang percaya; ragu-ragu (thd keberhasilan ajaran dsb): penderitaan dan pengalaman menjadikan orang bersifat sinis dan—
skep·tis·is·me /sképtisisme/ n aliran (paham) yg memandang sesuatu selalu tidak pasti (meragukan, mencurigakan): kesulitan itu telah banyak menimbulkan—thd kesanggupan dl menanggapi gejolak hubungan internasional
ap·ri·o·ri a berpraanggapan sebelum mengetahui (melihat, menyelidiki, dsb) keadaan yg sebenarnya: kita tidak boleh bersikap—
pa·gan a kukuh; kuat; teguh
pa·gan·is·me n perihal (keadaan) tidak beragama; paham pd masa sebelum adanya (datangnya, masuknya) agama (Kristen, Islam, dsb)
pe·pa·gan n jaringan terluar yg melapisi batang kayu; kulit jaringan kayu
pro·pa·gan·da n 1 penerangan (paham, pendapat, dsb) yg benar atau salah yg dikembangkan dng tujuan meyakinkan orang agar menganut suatu aliran, sikap, atau arah tindakan tertentu:— biasanya disertai dng janji yg muluk-muluk; 2 cak reklame (spt menawarkan obat, barang dagangan, dsb): perusahaan itu giat melakukan—produknya;
— terbuka propaganda yg mengungkapkan sumber, kegiatan, dan tujuannya secara terbuka;— terselubung propaganda yg menyembunyikan sumber kegiatan dan tujuannya;
ber·pro·pa·gan·da v mengadakan propaganda: dipilihnya beberapa orang yg pandai ~;
mem·pro·pa·gan·da·kan v 1 menyiarkan pendapat (paham politik dsb) dng maksud mencari pengikut atau dukungan: mereka ~ program kerjanya; 2 cak mereklamekan (barang dagangan dsb): tidak sedikit ongkos dikeluarkan untuk ~ obat-obatan itu;
pem·ro·pa·gan·da n propagandis
pro·pa·gan·dis n orang yg pekerjaan tetapnya melakukan propaganda
in·trik n penyebaran kabar bohong yg sengaja untuk menjatuhkan lawan: mereka melakukan—guna meng-hancurkan pihak lawan
en·de·mi /éndémi/ n Dok penyakit yg berjangkit di suatu daerah atau pd suatu golongan masyarakat; hawar
en·de·mis /éndémis/ a Dok secara tetap terdapat di tempat-tempat atau di kalangan orang-orang tertentu dan terbatas pd mereka saja (spt penyakit malaria di daerah pesisir, penyakit cacing tambang di kalangan buruh tambang)
me·nar·get·kan v menetapkan sasaran (batas ketentuan dsb) yg harus dicapai (dl waktu tertentu): panitia ~ penyelesaian kegiatan itu dl waktu satu pekan;
pe·nar·get·an n proses, cara, perbuatan menargetkan
1pa·kem a kuat mencekam (tt rem): rem sepeda motor itu sangat—
2pa·kem Jw n cerita wayang yg asli
fi·bra·si n getaran (suara dsb)
sup·re·ma·si /suprémasi/ n kekuasaan tertinggi (teratas): piala Thomas merupakan lambang—perbulutangkisan beregu putra
sa·ni·tas n kesehatan: pengawasan—lingkungan
fol·der n selebaran (barang cetakan) yg dilipat sedemikian rupa sehingga bagian yg tercetak tidak terkena lipatan
su·ve·nir n tanda mata; kenang-kenangan; cenderamata: toko ini menjual—untuk wisatawan
tus·lah n cak tambahan pembayaran (karcis kereta api dsb)
pre·sen·si /présénsi/ n kehadiran
as·ke·ti·sis·me /askétisisme/ n paham yg mempraktikkan kesederhanaan, kejujuran, dan kerelaan berkorban
he·do·nis·me /hédonisme/ n pandangan yg menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sbg tujuan utama dl hidup
he·do·nis /hédonis/ n pengikut hedonisme
epi·gon /épigon/ n orang yg tidak memiliki gagasan baru dan hanya mengikuti jejak pemikir atau seniman yg mendahuluinya; peniru seniman atau pemikir besar:— Chairil Anwar banyak terdapat pd tahun lima puluhan
fa·kul·ta·tif a 1 tidak diwajibkan (tt pelajaran, hari libur, dsb); 2 bersifat pilihan, boleh memilih salah satu bidang ilmu yg sesuai dng bakat atau yg disukai (tt jurusan bidang ilmu)
dis·tan·si n jarak
den·si·tas /dénsitas/ n kerapatan; kepadatan
ke·le·tah /kelétah/ a banyak tingkah; suka bertingkah; suka bergaya; genit: dialah yg paling—di kelas kami;
ber·ke·le·tah v bertingkah laku dibuat-buat; berlaku lajak; berlagak; bergaya
kon·ku·ren·si /konkurénsi/ n perlawanan; persaingan; persengketaan
pe·res·tro·i·ka /péréstroika/ n pembaruan dl berbagai bidang politik, ekonomi, sosial
sal·mon n salem
sal·mo·ne·la /salmonéla/ n bakteri yg berkenaan dng peracunan makanan, penyakit perut, dsb
eka·ris·ti /ékaristi/ n Kat 1 perayaan ibadat mengucapkan pujian dan syukur kpd Allah, biasanya disebut Misa Kudus; 2 tubuh dan darah Kristus dl rupa roti dan anggur dl perayaan Misa Kudus
tes·ti·mo·ni·um /téstimonium/ n surat (yg dapat dipakai saksi); penyaksian
skep·tis /sképtis/ a kurang percaya; ragu-ragu (thd keberhasilan ajaran dsb): penderitaan dan pengalaman menjadikan orang bersifat sinis dan—
skep·tis·is·me /sképtisisme/ n aliran (paham) yg memandang sesuatu selalu tidak pasti (meragukan, mencurigakan): kesulitan itu telah banyak menimbulkan—thd kesanggupan dl menanggapi gejolak hubungan internasional
ap·ri·o·ri a berpraanggapan sebelum mengetahui (melihat, menyelidiki, dsb) keadaan yg sebenarnya: kita tidak boleh bersikap—
pa·gan a kukuh; kuat; teguh
pa·gan·is·me n perihal (keadaan) tidak beragama; paham pd masa sebelum adanya (datangnya, masuknya) agama (Kristen, Islam, dsb)
pe·pa·gan n jaringan terluar yg melapisi batang kayu; kulit jaringan kayu
pro·pa·gan·da n 1 penerangan (paham, pendapat, dsb) yg benar atau salah yg dikembangkan dng tujuan meyakinkan orang agar menganut suatu aliran, sikap, atau arah tindakan tertentu:— biasanya disertai dng janji yg muluk-muluk; 2 cak reklame (spt menawarkan obat, barang dagangan, dsb): perusahaan itu giat melakukan—produknya;
— terbuka propaganda yg mengungkapkan sumber, kegiatan, dan tujuannya secara terbuka;— terselubung propaganda yg menyembunyikan sumber kegiatan dan tujuannya;
ber·pro·pa·gan·da v mengadakan propaganda: dipilihnya beberapa orang yg pandai ~;
mem·pro·pa·gan·da·kan v 1 menyiarkan pendapat (paham politik dsb) dng maksud mencari pengikut atau dukungan: mereka ~ program kerjanya; 2 cak mereklamekan (barang dagangan dsb): tidak sedikit ongkos dikeluarkan untuk ~ obat-obatan itu;
pem·ro·pa·gan·da n propagandis
pro·pa·gan·dis n orang yg pekerjaan tetapnya melakukan propaganda
in·trik n penyebaran kabar bohong yg sengaja untuk menjatuhkan lawan: mereka melakukan—guna meng-hancurkan pihak lawan
en·de·mi /éndémi/ n Dok penyakit yg berjangkit di suatu daerah atau pd suatu golongan masyarakat; hawar
en·de·mis /éndémis/ a Dok secara tetap terdapat di tempat-tempat atau di kalangan orang-orang tertentu dan terbatas pd mereka saja (spt penyakit malaria di daerah pesisir, penyakit cacing tambang di kalangan buruh tambang)
PROBLEM YANG SERING DIAJUAJUKAN DALAM TOEFL
1. Main Verb
Mana yang salah:
A. One handsome
B. With
C. Good look
D. Hair
Dalam bahasa inggris semua kalimat harus mempunyai Subyek dan Main Verb. Verb ini ada dua yaitu Main Verb dan Auxiliary Verb.
Contoh:
One handsome boy with good look hairMana yang salah:
A. One handsome
B. With
C. Good look
D. Hair
Kalau diperhatikan, kalimat tersebut tidak mempunyai
Verb, maka salah. Supaya ada verb-nya dan nyambung dengan maksud
kalimat tersebut maka "With" harus diganti "Has". Jadi silahkan contreng
jawabannya "B".
2. Infinitive
Kata kerja berikut jika diikuti dengan kata kerja lain harus ditambah Infinitive. Rumusnya:
VERB + TO + INFINITIVE
agree; afford; appear; arrange; attempt; ask; claim; consent; dare; decide; demand; deserve; fail; forget; hesitate, hope; intend; learn; manage; mean; offer; plan; pretend; promise; seem; tend; threaten; want
Contoh
He intended say that the global warming is a dangerous threath for human beings.
Mana yang salah hayo?
A. intended say
B. the global warming is
C. dangerous
D. for
Nah, karena kata kerja "intend" diikuti kata kerja
"say", maka ia perlu ditambahkan "to" sehingga menjadi "intended to
say". Silahkan contreng A.
Sekian dulu belajarnya, lanjutkan browsing-nya.
SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Negara
Indonesia salah satu negara yang berada di Asia Tenggara, dan menjadi
salah satu perintis, pelopor, dan pendiri berdirinya ASEAN. Letak
geografis Indonesia yang berada di antara dua samudera yaitu Samudera
Pasifik dan Samudera Atlantik, serta diapit oleh dua benua, yaitu Benua
Asia dan Benua Australia.
Menurut
Pasal 1 ayat 1, Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk
Republik. Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kedaulatan berada di tangan
rakyat, dan dilaksanakan menurut UUD. Sistem pemerintahannya yaitu
negara berdasarkan hokum (rechsstaat). Dengan kata lain, penyelenggara pemerintahan tidak berdasarkan pada kekuasaan lain (machsstaat).
Dengan berlandaskan pada hokum ini, maka Indonesia bukan negara yang
bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Semenjak lahirnya
reformasi pada akhir tahun 1997, bangsa dan negara Indonesia telah
terjadi perubahan sistem pemerintahan Indonesia, yaitu dari pemerintahan
yang sentralistik menjadi desentralisasi atau otonomi daerah.
Setelah
ditetapkannya UUD No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pusat dan Daerah, serta UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara yang Bebas KKN, merupakan tonggak awal dari
diberlakukannya sistem otonomi daerah di Indonesia.
Berikut
ini adalah beberapa alat penyelenggara negara yang ada di Indonesia
yang menjadi penentu keberhasilan negara Indonesia dalam membangun dan
menciptakan tujuan negara yang dikehendaki berdasarkan UUD 1945.
Sistem
pemerintahan negara Indonesia dapat diartikan dalam dua bagian, yaitu
dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit pemerintahan
terdiri dari lembaga eksekutif saja, yaitu :
1. Tingkat pusat. Meliputi presiden dan wakil presiden, menteri-menteri dan instansi yang berada dalam ruang lingkupnya.
2. Tingkat daerah meliputi :
a. Provinsi terdiri dari gubernur dan wakil gubernur yang dibantu oleh dinas-sinas
b. Kota
dan kabupaten dipimpin oleh walikota dan wakil walikota atau bupati dan
wakil bupati, dibantu oleh dinas-dinas, camat, lurah atau kepala desa,
serta rw, rt atau kadus.
Sedangkan
dalam arti luas dalah meliputi semua alat kelengkapan negara, yaitu
MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wapres, BPK, MA, MK, KY, dan lembaga khusus
(KPK, KPU, dan Bank Sentral)
Pemerintahan
NKRI tidak terlepas dari Pancasila sebagai Dasar Negara dan UUD
sebagai Konstitusi. Antara Pancasila dan UUD terjalin hubungan yang
berkaitan, Pancasila yang digunakan adalah Pancasila yang dicantumkan
dalam Pembukaan UUD. Dalam ketatanegaraan UUD adalah penjabaran dari
hakikat pokok Pancasila.
Sistem
pemerintahan didunia saat ini terdiri dari Presidensiil dan
Parlementer. Terdapat beberapa perbedaan antara kedua sistem itu. Pada
sistem presidensiil fokus kekuasaan ada pada presiden, sedangkan negara
yang menganut parlementer fokus kekuasaan ada pada parlemen, bukan pada
Presiden atau Perdana Menteri.
Di Indonesia alat kelengkapan negara terdiri dari :
1. Eksekutif,
yaitu lembaga negara yang mengelolah lembaga pemerintahan baik dalam
tingkat pusat maupun tingkat daerah. Pada tingkat pusat dikepalai oleh
Presiden dan wapres. Sedangkat tingkat provinsi oleh gubernur dan wagub,
untuk tungkat berikutnya pemerintahan kota dipimpin oleh walikota dan
wawako serta kabupaten oleh bupati dan wabub. Tugas pokok dari lembaga
ini adalah melaksanakan pemerintahan.
2. Legislatif
yang meliputi DPR, DPRD provinsi, DPRD kota/kabupaten serta DPD. DPR
dan DPD dipilih melalui parpol dalam pemilu, sedangkan DPD dipilih
melalui nonparpol dan non militer dalam pemilu. Tugas pokok DPR adalah
membuat UU bersama dengan pemerintah, sedangkan DPD mengajukan RUU
kedaeraan untuk dibahas bersama DPR.
3. Konstitutif.
Lembaga ini adalah penjelmaan dari penggabungan kekuatan dari lembaga
legislatif. Jika DPR dan DPD mengabungkan diri dan bersidang sesuai UU,
maka akan terbentuk MPR. MPR memfunyai banyak tugas dan yang terpenting
adalah mengubah dan menentapkan UUD
4. Eksaminatif
atau BPK adalah lembaga yang berwenang menaudit kondisi keuangan
negara. Hasil pengawasan ini akan dilaporkan kepada DRP untuk
dipelajari.
5. Yudikatif.
Lembaga yudikatif terdiri dari MA, MK, dan KY. Setiap lembaga-lembaga
itu memiliki fungsi masing-masing sesuai UU. MA berfungsi mengadili
perkara pada tingkat kasasi dan menguji produk hukum dibawah UU.
Sedangkan MK memiliki fungsi menguju produk hukum diatas UU dan
membubarkan parpol. Sementara KY berguna untuk menentukan calon hakim
agung.
Dalam
pemerintahan RI jika presiden mangkat atau berhalangan maka wapres yang
menggantikannya. Tetapi jika keduanya berhalangan atau mangkat maka
terdapat 3 menteri yang harus menggantikanya secara bersamaan, yaitu
mendagri, menlu, dan menhankam dalam tenggat waktu diatur oleh UU. Masa
jabat seorang presiden atau wakil presiden adalah 5 tahun atau 1
periode. Baik presiden maupun wapres dapat dipilih kembali untuk masa
jabat yang sama juga hanya untuk 1 periode. Jadi presiden dan wapres
dapat memangku jabatan yang sama untuk 2 periode.
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Berdasarkan
naskah asli UUD 1945 dinyatakan bahwa kedaulatan ada di tanganrakyat
dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dengan
kata lain MPR adalah penyelenggara dan pemegag kedaulatan rakyat. MPR
dianggap sebagai penjelmaan rakyat yang memegang kedaulatan negara (Vertretungsorgan des Willems des Staatvolkes).
Akan
tetapi setelah dilakukan Amandemen terhadap UUD 1945, maka bunyi Pasal 1
ayat (2) tersebut menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut UUD”. Jadi setelah dilakukan Amandemen kedaulatan
murni berada ditangan rakyat yang ketentuan lebih lanjut diatur didalam
Undang-undang.
Sedangkan
dalam Pasal 2 ayat (1) bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri
atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut
dengan undang-undang. Keanggotaan MPR ini diresmikan dengan Keputusan
Presiden (Pasal 3 UU SUSDUK MPR). Masa jabat keanggotaan MPR adalah lima
tahun dan akan berakhir pada saat keanggotaan MPR yang baru
mengucapkan sumpah atau janjinya.
Dalam
struktur kepemimpinan dalam Majslis Permusyawaratan Rakyat, MPR terdiri
dari satu orang pimpinan dan tiga orang wakil ketua yang terdiri dari
unsur DPR dan DPD yang dipilih dari anggota dan oleh anggota MPR dalam
Sidang Paripurna MPR. Menurut Pasal 7 UU SUSDUK MPR, jika pimpinan MPR
belum terbentuk, maka pimpinan siding dipimpin oleh pemimpin sementara
MPR, yaitu ketua DPR, ketua DPD dan satu wakil ketua sementara MPR.
Apabila
ketua DPR dan DPD berhalangan maka dapat digantikan oleh wakil ketua
DPR dan wakil ketua DPD. Peremian sebagai ketua MPR sementara ini
dilakukan melalui Keputusan MPR. Majelis Permusyawaratan Rakyat menurut
Pasal 2 UUD 1945, bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun. Dengan
kata lain jika dimungkinkan atau dipandang perlu, maka selama lima tahun
itu majelis dapat melakukan persidangan lebih dari satu
kali.
Persidangan-persidangan itu dapat dilakukan dalam kondisi-kondisi tertentu. Jenis persidangan dalam MPR adalah sebagai berikut :
1) Sidang Umum Majelis yaitu Sidang yang dilakukan pada permulaan masa jabatan keanggotaan Majelis.
2) Sidang Tahunan Majelis yaitu Sidang yang dilakukan setiap tahun.
3) Sidang
Istimewa Majelis yaitu Sidang yang diadakan diluar Sidang Umum dan
Sidang Tahunan. Atau sidang yang dilakukan dalam kondisi khusus.
Selain
mengenal 3 jenis persidangan diatas, MPR juga mengenal 7 jenis rapat
majelis. Rapat-rapat yang dilakukan oleh Majelis itu adalah :
1) Rapat Paripurna Majelis
2) Rapat Gabungan Pimpinan Majelis dengan Pimpinan-pimpinan Komisi atau Panitia Ad Hoc Majelis
3) Rapat Pimpinan Majelis
4) Rapat Badan Pekerja Majelis
5) Rapat Komisi Majelis
6) Rapat Panitia Ad Hoc Majelis
7) Rapat Fraksi Majelis
Selain
dari penjelasan diatas, Majelis juga memiliki kekuatan hukum yang
berbeda dalam mengeluarkan peraturan. Dalam mengeluarkan peraturan
majelis memiliki kekuatan yang berbeda, yaitu ketetapan dan keputusan.
1) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Ketetapan MPR adalah putusan majelis yang memiliki kekuatan hukum yang mengikat ke dalam dan keluar majelis.
Dengan demikian ketetapan MPR berlaku harus ditaati oleh
lembaga-lembaga negara beserta seluruh subjek negara Indonesia secara
keseluruhan.
2) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Keputusan
MPR adalah putusan majelis yang mempunyai kekuatan hukum mengikat ke
dalam majelis. Keputusan MPR hanya memiliki kekuatan hukum yang mengikat
lembaga MPR saja, sehingga suatu keputusan MPR tidak mengikat alat
kelengkapan negara lain, termasuk warga negara.
Untuk melaksanakan tugas yang diembankan rakyat kepadanya, maka MPR memiliki beberapa tugas dan wewenang.
1) Mengubah dan menetapkan UUD
2) Melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemilu dalam sidang paripurna MPR
3) Memutuskan
usul DPR berdasarkan putusan mahkamah konstitusi untuk memberhentikan
presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya setelah presiden dan
wakil presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan didalam
sidang paripurna MPR
4) Melantik
wakil presiden menjadi presiden apabila presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajiban dalam masa
jabatannya
5) Memilih
wakil presiden dari dua calon yang diajukan presiden apabila mengalami
kekosongan jabatan wakil presiden dalam masa jabatannya,
selambat-lambatnya dalam masa 60 hari
6) Memilih
presiden dan wakil presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan
dalam masa jabatanya, dari dua paket calon yang diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik, yang paket calon presiden dan
wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya
dalam waktu 30 hari
7) Menetapkan kode etik dan tata tertib MPR
Jika
dibandingkan UUD 1945 sebelum diamandemen, maka dapat dilihat terdapat
sejumlah perbedaan. Untuk lebih jelasnya perhatikan data berikut ini.
No
|
Keterangan
|
Pra Amandemen
|
Pasca Amandemen
|
1
2
3
4
|
Rekruitmen
Kewenangan
Keanggotan
Legislatif
|
ü DPR dipilih rakyat melalui pemilihan umum
ü UD, UG, TNI/POLRI diangkat oleh presiden
ü Tidak terbatas
ü DPR
ü Utusan Daerah
ü Utusan Golongan
ü TNI/POLRI
ü Oleh DPR dan Presiden
|
µ DPR dipilih rakyat melalui Pemilu
µ DPD dipilih rakyat melalui Pemilu
µ Terbatas, yaitu hanya :
Ø Mengubah UUD
Ø Melantik presiden dan wakil presiden
Ø Memberhentikan presiden atau wakil presiden atas usul DPR
µ DPR
µ Dewan Perwakilan
µ Daerah
µ Oleh DPR, Presiden dan DPD
|
Tabel 2
Kedudukan, Tugas, dan Wewenang MPR Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945
2. Presiden
Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD. Dalam
melaksanakan tugasnya, presiden dibantu oleh seorang wakil presiden.
Sebelum tahun 2004, presiden di Indonesia dipilih oleh MPR. Sedangkan
pasca 2004 presiden Republik Indoneisa dipilih secara langsung oleh
rakyat Indonesia.
Jika
terjadi suara berimbang, maka pemilihan presiden pada di lanjutkan pada
putaran kedua. Dan yang dalam pemilihan kedua ini merupakan pemilihan
saringan untuk menentukan calon pasangan presiden. Apabila terjadi
persamaan atau perimbangan suara, maka keputusan dapat diambil oleh MPR
melalui musyawarah dengan pengambilan suara terbanyak.
Berdasarkan
hasil amandemen UUD 1945, diberikan sejumlah kekuasaan dan kewenangan
kepada presiden tanpa harus mendapatkan persetujuan dari DPR.
Adapun kekuasaan dan kewenangan Presiden adalah sebagai berikut.
1) Menjalankan kekuasaan pemerintahan [4 (1)]
2) Mengajukan RUU kepada DPR [5 (1)]
3) Menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan suatu undang-undang [5 (2)]
4) Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, dan AU [10 ]
5) Mengangkat konsul [13 (2)]
6) Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan [15 ]
7) Memeberikan grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung [14 (1)]
8) Membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden
9) Mengangkat dan memberhentikan menteri [17 ]
10) Menetapkan peraturan pemerintah penganti undang-undang (perpu).
Sementara itu, kekuasaan dan kewenagan presiden yang harus mendapat persetujuan DPR adalah sebagai berikut.
1) Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain [11 (1) ]
2) Mengangkat duta [13 (1)]
3) Menerima duta dari negara lain [13 (3)]
4) Memberikan amnesty dan abolisi [14 (2)]
5) Tidak dapat memberhentikan atau membekukan DPR [7c ]
Menurut
UU No. 23 Tahun 2003 tentang pemilihan presiden dan wakil presiden.
Bahwa seorang calon presiden dan wakil presiden harus memiliki
syarat-syarat khusus, yaitu :
1) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2) WNI sejak kelahirannya dan tidak pernah berkewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri
3) Tidak pernah menghianati negara
4) Mampu secara rohani dan jasmani melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai seorang presiden
5) Bertempat tinggal di wilayah NKRI
6) Telah melaporkan kekayaan kepada instansi yang berwenang meyelidiki kekayaan pejabat
7) Tidak
sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan atau secara
badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan
negara
8) Tidak sedang dinyatakan pailit yang dinyatakan oleh pengadilan
9) Tidak pernah melakukan perbuatan tercelah
10) Terdaftar sebagai pemilih
11) Memiliki nomor pokok wajib pajak, dan melksanakan wajib pajak selama 5 tahun terakhir
12) Memiliki daftar riwayat hidup
13) Belum pernah menjabat sebagai presiden dan wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama
14) Setia kepada Pancasila, UUD 1945, dan cita-cita Proklamasi
15) Tidak
pernah dihukum penjara karena melakukan tindakan maker berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
16) Berusia sekuarang-kurangnya 35 tahun
17) Berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau sederajat
18) Bukan bekas organisasi terlarang PKI, organisasi massa atau terlibat langsung dalam G 30 S/PKI
19) Tidak
pernah dijatuhi hukuman penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindakan pidana
yang diancam dengan pidana penjara limaahun atau lebih
Setelah amandemen UUD 1945, presiden dan wakil presiden tidak lagi dipilih oleh MPR, melainkan dipilih langsung oleh rakyat.
Prinsip-prinsip
pemilihan presiden dan wakil presiden diatur dalam Pasal 6A ayai (1)
sampai ayat (5). Yang secara jelas adalah sebagai berikut.
1) Presiden dan wakil presiden sebagai suatu pasangan dipilih langung oleh rakyat
2) Pasangan presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik
3) Presiden dan wakil presiden terpilih apabila :
a) mendapat suara lebih dari 50%
b) dari 50% suara tersebut sedikitnya terdiri atas 20% di setiap provinsi yang tersebar lebih setengah dari jumlah provinsi
4) apabila tidak ada calon yang memenuhi poin c, maka :
a) dua calon pasangan presiden dan wakil presiden yang mendapat suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat
b) calon pasangan presiden dan wakil presiden terpilih adalah yang mendapat suara paling banyak
5) pasangan presiden dan wakil presiden terpilih dilantik oleh MPR
Selain
dari ketentuan diatas, presiden dan wakil presiden dapat diberhentikan
oleh MPR dalam massa jabatannya apabila presiden dan wakil presiden
melakukan :
1) pelanggaran hukum, yang berupa
a) penghianatan terhadap negara
b) korupsi
c) penyuapan
d) tindak pidana berat lainya
2) melakukan perbuatan tercelah
3) terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan wakil presiden.
Sedangkan
untuk memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam massa
jabatannya, MPR harus menerima usulan dari DPR dengan mekanisme kerja
sebagai berikut.
1) DPR menganggap atau menuduh presiden melanggar hukum
2) Tuduhan DPR diajukan kepada Mahkamah Konstitusi
3) Tuduhan
DPR dapat diajukan pada MK apabila didukung oleh sekurang-kurangnya dua
pertiga dari anggota DPR yang hadir dan batas kuota hadir adalah dua
pertiga anggota DPR
4) MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutuskan tuduhan DPR paling lama 90 hari
5) Apabila MK memutuskan presiden dan wakil presiden bersalah, maka DPR mengusulkan MPR untuk menyelenggarakan sidang paripurna
6) MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna paling lambat selama 30 hari
7) Presiden diberikan kesempatan menyampaikan penjelasan
8) Keputusan
MPR memberhentikan prresiden dan wakil presiden diambil dalam rapat
paripurna dihadiri sekurang-kurangnya tiga perempat anggota MPR dan
disetujui dua perempat anggota yang hadir
Akan
tetapi apabila presiden mangkat, atau berhenti karena tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam massa jabatannya, maka harus dilakukan
seperti ketentuan berikut ini.
1) Digantikan oleh wakil presiden sampai habis massa jabatannya
2) Jika terjadi kekosongan wakil presiden, MPR memilih wakil presiden dari dua calon untuk diangkat menjadi presiden
3) Apabila
presiden dan wakil presiden secara bersamaan mangkat, berhenti, atau
diberhentikan, maka tugas kepresidenandijabat oleh menteri luar negeri,
menteri dalam negeri dan menteri pertahanan secara bersama-sama paling
lama satu bulan
4) Setelah itu MPR memilih presiden dan wakil presiden dari dua calon pasangan yang diajukan partai politik
5) Dua pasangan calon tersebut berasal dari calon yang meraih suara terbanyak pertama dan kedua pada pemilihan sebelumnya
Dengan
mencermati sejumlah pasal-pasal dalam UUD 1945 ini, maka dapat
dikemukakan bahwa kekuasaan presiden harus dibatasi oleh sebagai
peraturan atau mekanisme tertentu. Dengan demikian, maka pernyataan
inilah yang dimaksud dengan Negara Indonesia yang bercita-cita untuk
membangun pemerintahan yang bersih dan berwibawa sebagai negara
demokratis.
3. Pemerintahan Daerah
Indonesia
adalah negara nusantara atau negara kepulauan, memiliki sejumlah
hambatan dan masalah, khususnya jika dikaitkan dengan luas wilayah dan
jarak geografis yang tidak mudah dijangkau. Oleh karena itu, pasca
reformasi pemerintah mengeluarkan peraturan tentang Otonomi Daerah.
Hingga
akhir tahun 2005 di Indonesia telah berdiri sebanyak 32 provinsi. Hal
ini berbeda jauh dengan kondisi Indonesia sebelum reformasi, dimana
negara Indonesia terdiri dari 27 provinsi yang kemudian menjadi 26
provinsi karena provinsi Timor-Timur memisahkan diri menjadi Negara
Republik Timor Leste akibat diberlakukannya Undang-undang referendum
yang berujung jajak pendapat. Indonesia dibagi menjadi beberapa
provinsi, kabupaten, dan kota yang memiliki kewenagan untuk mengatur
sendiri pemerintahannya. Pada tingkat pemerintahan daerah ini, dibentuk
pula Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Urusan
otonomi daera tidaklah statis, tetapi berkembang dan berubah. Hal ini
terrutama disebabkan o/leh keadaan yang timbul dan berkembang didalam
masyarakat itu sendiri. Urusan pemerintahan daerah dimungkinkan
bertambah dan berkembang. Bahkan mungkin juga ada penghapusan sesuatu
daerah dan pembentukan daerah-daerah baru.
Struktur Organisasi Pemerintahan Daerah
Pemerintah
daerah menjalankan pemerintahan di daerah dengan seluar-luasnya,
kecuali masalah pemerintahan yang sudah ditangani oleh pemerintah pusat.
Dengan adanya DPRD, pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk
merumuskan peraturan daerah yang akan berlaku didaerah masing-masing.
Sejak 1 Januari 2001 pemerintahan daerah di Indonesia menggunakan UU
No. 22 Tahun 1999, yang mana didalamnya terdapat daerah otonom untuk
menyelanggarakan kebijakan untuk masyarakat daerah itu.
Dalam UU No. 22 Tahun 1999 di jelaskan bahwa ada beberapa ketentuan yang terdapat di dalam pemerintahan daerah.
1) Pemerintah daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom lain sebagai badan eksekutif daerah
2) Badan legislatif daerah adalah DPRD
3) Daerah
otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah
tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
4) Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten dan/atau daerah kota di bawah kecamatan
5) Desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam
sistem pemerintahan nasional dan berada di Daerah Kabupaten
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Menurut
UUD 1945 Pasal 19 ayat (1), susunan keanggotaan ditetapkan dengan
undang-undang (UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,
DPR, DPRD, dan DPD). Bahwa anggota DPR secara otomatis juga menjadi
anggota MPR (pasal 2 ayat (1)).
Dalam
melaksanakan tugasnya DPR merupakan lembaga yang berkedudukan seabagai
lembaga negara dan merupakan lembaga legislatif. Anggota DPR adalah
anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil
pemilihan umum.
Berdasarkan
UU SUSDUK pasal 17, bahwa anggota DPR berjumlah 550 orang dan
berdomisili di Ibukota Negara. Masa jabat keanggota DPR adalah untuk
lima tahun dan akan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan
sumpah dan janji. Pengucapan sumpah dan janji dilakukan secara
bersamaan dengan dipandu oleh Ketua MAhkamah Agung dalam Sidang
Paripurna DPR. Jika ada anggota DPR yang berhalangan hadir untuk membaca
sumpah atau janji secara bersamaan, maka pembacaan sumpah dan janji,
dilakukan di Sidang Paripurna dengan panduan ketua DPR.
Pimpinan
DPR terdiri atas seorang ketua dan tiga orang wakil ketua yang dilpilih
dari dan oleh anggota DPR. Sebelum terbentuknya ketua DPR, maka
pimpinan sidang dipimpin oleh Pemimpin Sementara DPR. Pimpinan sementara
ini terdiri dari dua orang wakil partai politik yang memperoleh suara
terbanyak dalam pemilihan umum. Jika pemenang pemilihan itu berimbang,
maka dilakukan musyawarah dalam pemilihan anggota DPR tersebut.
Menurut
Pasal 25 UU SUSDUK MPR, DPR dan DPD memiliki fungsi legislasi, anggaran
dan pengawasan. Selain itu, menurut pasal 27 SUSDUK MPR, DPR, dan DPD,
DPR juga memiliki hak untuk interpelasi, angket dan menyatakan pendapat,
sedangkan fungsi DPR, yaitu :
1) Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama,
2) Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti undang-undang,
3) Menerima
dan membahas usulan rancangan Undang-undang yang diajukan DPD yang
berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam
pembahasan,
4) Memperhatihan
pertimbangan DPD atas rancangan Undang-undang APBN dan rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
5) Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD,
6) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negera serta kebijakan pemerintah,
5. Dewan Perwakikilan Daerah (DPD)
DPD merupakan
anggota MPR yang terdiri atas wakil-wakil daerah provinsi yang dipilih
melalui pemilihan umum. Anggota DPD dari setiap provinsi ditetapkan
sebanyak empat orang. Seluruh anggota DPD ini, tidak lebih dari
sepertiga jumlah anggota DPR. Keanggotaan DPD, selama persidangan harus
berdomisili di ibukota Negara Republik Indonesia.
Masa
jabatan anggota DPD adalah lima tahun dan berakhir bersamaan dengan
saat anggota DPD yang baru membacakan sumpah atau janji. Pembacaan
sumpah atau janji anggota DPD dilakukan dalam sidang Paripurna DPD,
dengan dipandu oleh ketua Mahkamah Agung. Jika ada anggota DPD yang
berhalangan hadir untuk membacakan sumpah atau janji dilaksanakan dalam
Sidang Paripurna DPD dengan dipandu oleh pimpinan DPD.
Pimpinan
DPD terdiri atas seorang ketua,dan sebanyak-banyaknya dua orang wakil
ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPD. Sebelum terbentuk ketua
DPD, maka pimpinan sidang dipilih oleh Pimpinan Sementara DPD, yang
dipilih dari seorang anggota tertua dan anggota termuda.
Menurut
Pasal 41 UU SUSDUK MPR-DPR dan DPD, DPD mempunyai fungis mengajukan
usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan
dengan bidang legislasi tertentu. DPD juga mempunyai fungsi pengawasan
atas pelaksanaan Undang-undang tertentu.
Tugas dan wewenang DPD adalah :
a. Mengajukan
rencana undang-undang kepada DPR, yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, penggabungan
daerah, pengelolaan Sumber Daya Alam, dan Sumber Daya Ekonomi lainnya,
serta yang bekaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
b. Memberikan
pertimbangan kepada DPR atas rancangan Undang-undang APBN dan rancangan
Undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.
c. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK.
d. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah.
6. Kekuasaan Kehakiman
Kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk
menegakkan hokum dan keadilan. Mahkamah Agung mempunyai fungsi untuk
melaksanakan kekuasaan yang Yudikatif atau kekuasaan hakim. Kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang bebas dan merdeka, artinya tidak ada
turut camput tangan dari badan pemerintah atau legislatif. Kekuasaan
kehakiman dijalankan atas dasar penghargaan terhadap hak-hak asasi
manusia. Oleh karena itu, jika ada pejabat yang melanggar hak asasi
manusia, maka dapat dikategorikan sebagai inkonstitusional dan melanggar
hukum.
Lembaga
kehakiman yang ada di Indonesia berada pada tingkat nasional dan
tingkat kabupaten atau kota. Menurut UUD 1945, kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan lainnya. Adapun
badan-badan penyelenggara peradilan peradilan menurut ketentuan
pokok-pokok kehakiman di Indonesia terdiri dari :
a. Peradilan umum, yaitu peradilan yang menangani masalah pidana masyarakat sipil Indonesia,
b. Peradilan agama, yaitu peradilan yang menangani masyarakat Islam, seperti pernikahan,
c. Peradilan
militer, yaitu peradilan khusus yang menangani masalah hukum para
petugas selama melaksanakan tugas dilingkungan kemiliterannya, dan
d. Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), yaitu peradilan yang menangani masalah-masalah perdata di masyarakat
Secara
hirarki, tingkat pengadilan ialah sebagai berikut, Mahkamah Agung,
Kejaksaan Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri. Jika
memperhatikan susunan kedudukannya, maka dapat dikatakan bahwa Mahkamah
Agung merupakan pemegang kekuasaan kehakiman yang tertinggi di
Indonesia.
Mahkamah
Agung, berwenang mengadili pada tingkat kasasi, mengkaji peraturan
perundang-undangan di bawah undang –undang terhadap undang-undang. Ketua
dan wakil MA dipilih dari dan oleh hakim agung, sedangkan calon hakim
agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan
persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh
presiden. Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang
tidak tercela, adil, professional dan berpengalaman di bidang hakim.
Sementara itu, Mahkamah Konstitusi mempunyai kekuasaan dan kewengangan sebagai berikut :
a. Mengadili tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-undang terhadap UUD.
b. Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negera
c. Memutuskan pembubaran partai politik
d. Memutuskan perselisihan hasil pemilu
e. Memutuskan pendapat DPR tentang pelanggaran yang dilakukan presiden.
Jumlah
anggota MK sebanyak 9 orang sebagai hakim konstitusi. Keanggotaan MK
terdiri atas 3 orang diajukan oleh presiden, 3 orang diajukan oleh DPR,
dan 3 orang diajukan oleh MA. Setelah terpilih, penetapan keanggotaan
sebagai anggota MK dilakukan oleh presiden.
Komisi
Yudisial (KY), yaitu sebuah komisi yang mandiri dan memiliki kewenangan
untuk mengusulkan pengangkatan Hakim Agung, menjaga dan menegakkan
kehormatan, martabar serta perilaku hokum. Seorang anggota KY, harus
memiliki pengalaman, integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
Anggota KY diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan
DPR.
HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
Sebagai
negara yang besar dan terdiri dari lautan dan daratan, dalam
melaksanakan kebijakan pemerintahan. Negara Indonesia mengunakan
beberapa konsep yang menghubungkan tata kerja antara pemerintah pusat
dengan pemerintahan daerah.
- Asas Sentralisasi
Negara
kesatuan dengan asas sentralisasi adalah negara yang segala sesuatunya
langsung diatur dan diurus oleh Pemerintah Pusat sendiri, termasuk
segala sesuatu yang menyangkut pemerintah dan kekuasaan daerah (negara
tidak melakukan pembagian tugas).
Sedangkan keuntungan dari asas ini adalah.
1) dapat menghemat biaya
2) adanya keseragaman peraturan
3) adanya kemajuan yang merata
Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah sebagai berikut :
1) birokrasi yang bertele-tele
2) terhambatnya demokrasi
3) daerah tidak bertanggung jawab terhadap daerahnya sendiri
- Asas Desentralisasi
Asas
desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
kepada Daerah Otonom dalam kerangkam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keuntungan menggunakan asas desentralisasi adalah sebagai berikut :
1) daerah diberi wewenang membuat peraturan sendiri sesuai dengan daerahnya, terutama dalam menunjang kemajuan
2) pengurusannya jauh lebih efisien dan efektif
3) bertele-telenya birokrasi menjadi berkurang
4) daerah dapat mengembangkan peraturan dan pembangunan selama tidak bertentangan dengan undang-undang dan kebijakan pusat
- Asas Dekosentrasi
Asas
dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat kepada
gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat didaerah.
Dalam asas ini urusan-urusan yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat
kepada pejabat-pejabat didaerah menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,
baik tentang sarana prasarana, pelaksanaan maupun pembiayaannya.
- Asas Tugas Perbantuan (medebewind)
Tugas
perbantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dan
desa dan dari daerah ke desa, untuk melaksanakan tugas tertentu yang
diserta dengan pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya
manusia. Dalam hal pertanggung jawaban maka mereka harus mempertanggung
jawabkan kerjanya kepada yang menugaskan.
- Otonomi Daerah
Otonomi
Daerah adalah kewanagan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyrakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan otonomi daerah di daerah otonom dilengkapi dengan perangkat-perangkat seperti pada bagan 3
Langganan:
Postingan (Atom)